expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 13 Agustus 2015

ARTIKEL TENTANG PEMBERANTASAN BUTA AKASARA DI KOTABARU



                                                             ARTIKEL
                                      MENGGAGAS PARADIGMA BARU
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
DI KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN
OLEH

                                                   MOH. FATAH YASIN




                                                              BUKU


Buku adalah pengusung peradaban.
tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam
sains lumpuh, pemikiran macet.
buku adalah mesin perubahan,
jendela dunia,
“mercu suar” seperti kata seorang penyair,
“yang dipancang di samudera waktu.”

Buku adalah jendela.
sukma kita melihat dunia luar lewat jendela ini.
rumah tanpa buku bagaikan ruangan tak berjendela.

Buku adalah benda luar biasa.
seperti permadani terbang
yang sanggup melayangkan kita
ke negeri-negeri tak dikenal sebelumnya.

Buku harus menjadi kampak
untuk menghancurkan lautan beku di dalam diri kita

Tanpa buku Tuhan diam,
keadilan terbenam,
sains alam macet,
filsafat pincang,
sastra bisu,
seluruhnya dirundung kegelapan.

Buku itu cermin.
kalau keledai bercermin di situ, tak akan muncul wajah ulama

Mengapa Orang Indonesia (sedikit, sangat sedikit, luar biasa sedikit) Membaca Buku?
            Mengapa di gerbong kereta api Jakarta – Surabaya para penumpang tidak membaca novel, tapi menguap dan tidur miring? Mengapa di bus Pekanbaru-Bukittinggi penumpang tidak membaca kumpulan cerpen, tapi mengisap rokok? Mengapa di halaman kampus yang berpohon rindang mahasiswa tidak membaca buku teks kuliahnya tapi main domino? Mengapa di ruang tungu dokter di Banjarmasin pengantar pasien tidak membaca majalah/koran tapi asyik main SMS? Ada 4 sampai 5 teori kuno yang coba menjelaskan sebab defisiensi budaya yang sudah luar biasa parah ini, dan sudah berlangsung lama, tapi saya jemu dan tidak akan mengulanginya.
            Etiologi dari epidemi ini, sebab utama dari penyakit kronis ini terletak sejak dari hulu sampai hilir aliran sungai lembaga pendidikan kita, yaitu terlantarnya kewajiban membaca buku di sekolah-sekolah kita.
            Saya bertanya pada wisudawan atau yang hadir pada saat ini, sebagai tamatan SMA Indonesia, mari kita ingat-ingat berapa buku yang wajib dibaca selama 3 tahun di sekolah kita dulu (yang disediakan di perpustakaan, dibaca tamat, kita menulis mengenainya, dan lalu diujikan?). Jawabannya nol buku.
            Tragedi nol buku ini hampir tidak masuk akal bila kita mendapatkan fakta bahwa siswa SMA zaman Belanda dulu (menurut ayah saya almarhum) wajib membaca 25 buku sastra dalam waktu tiga tahun. Tragedi nol buku ini menurut pengamatan saya (berdasarkan sejarah politik negeri ini) berlangsung pada awal 1950. Ketika seluruh aparat pemerintahan sudah sepenuhnya di tangan sendiri, demi mengejar ketertinggalan sebagai bekas negara jajahan, yang harus membangun jalan raya, bangunan, rumah sakit, jembatan, pertanian, perkebunan, kesehatan, perekonomian, maka yang diunggulkan dan disanjung adalah jurusan eksakta (teknik, kedokteran, pertanian, farmasi), ekonomi dan hukum. Pada waktu itu, wajib baca 25 buku sastra digunting habis, karena dipandang tidak perlu. Langkah ini menurut hemat saya  merupakan kesalahan peradaban luar biasa besar.
            Kewajiban baca 25 buku itu tidak bertujuan agar siswa jadi sastrawan. Tidak! Sastra cuma medium tempat lewat. Sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum. Sastra menanamkan rasa ketagihan membaca buku, yang berlangsung sampai siswa jadi dewasa
            Tragedi nol buku ini telah berlangsung lama dan kini dengan mudah kita dapat melihat akibatnya. Tamatan SMA nol buku sejak 1950 ; mereka inilah yang kini jadi warga negara Indonesia terpelajar serta memegang posisi menentukan arah negara dan bangsa hari ini, dengan rentang umur 35 – 70 tahun.
            Tentulah etiologi penyakit budaya ini mesti disembuhkan. Kita perbaiki bersama pengajaran membaca dan menulis di sekolah-sekolah kita, sejak SD, SMP, dan SMA. Komponen luar biasa penting dalam ikhtisar perbaikan ini adalah perpustakaan.

Latar Belakang Perlunya Pemberantasan Buta Aksara di Provinsi Kalimantan Selatan
            Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah strategis untuk meningkatkan martabat dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan ini harus segera dilakukan mengingat Indonesia sampai saat ini dalam indeks pengembangan sumber daya manusia masih berada pada urutan bawah di negara-negara asia.
            Kondisi sumber daya manusia yang masih tergolong rendah tersebut juga nampak di Kalimantan Selatan umumnya dan Kota Baru khususnya. Hal tersebut tergambar dari salah satu faktor dalam indeks pengembangan sumber daya manusia yaitu buta huruf/ aksara yang masih besar. Berdasarkan data sementara tercatat 44.424 orang di Kalimantan Selatan masih mengalami buta aksara. Kota Baru mendapat peringkat tiga besar dalam mengumpulkan penduduk buta aksara di Kalimantan Selatan, yaitu sebanyak 5.331 orang (lihat Banjarmasin Pos, Sabtu, 18 Maret 2006).
            Masih besarnya masyarakat penyandang buta aksara ini sangat tidak menguntungkan bagi mereka dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam menyerap berbagai informasi, pengetahuan, bahkan dalam aktivitas kehidupan yang sangat sederhana (misalnya buat kwitansi, membaca surat, dll). Hal tersebut tentu berakibat mereka tidak dapat mengikuti berbagai perkembangan teknologi seperti pertanian, perkebunan, sosial dll. Apabila kondisi ini terus terjadi, maka mereka terus menjadi orang yang tertinggal dalam memperoleh peningkatan kesejahteraan.
            Penuntasan buta aksara tidak dapat hanya dilakukan dengan memberikan kemampuan baca tulis dan hitung saja, tetapi juga diperlukan program pembinaan kepada semua warga agar mereka terus dan dapat mempertahankan kemampuan baca tulisnya  secara baik. Hal yang sering terjadi dan menjadi kendala dalam penuntasan buta aksara adalah kembalinya masyarakat yang sudah bisa baca tulis hitung menjadi buta aksara lagi. Hal ini menurut hemat saya diakibatkan tidak adanya pembinaan secara terus menerus dan terprogram dalam membina dan mengasah kemampuan dan minat baca mereka. Oleh karena itu, untuk menghindari berulangnya kembali buta aksara anggota masyarakat, maka program penuntasan harus diiringi dan sejalan dengan program pembinaannya secara berkelanjutan.
            Berdasarkan kondisi tersebut di atas, diperluan berbagai program peningkatan kemampuan membaca dan penuntasan buta aksara secara intensif, terprogram, terpadu, dan komprehensif.

Renungan dalam Menggagas Paradigma Baru Pemberantasan Buta Aksara di Kota Baru
Pertama:
            Pada suatu ketika, beberapa bulan yang lalu ada artikel di koran yang membahas efek rumah kaca. Namun, dari jalan cerita di dalam tulisan itu dapat disimpulkan bahwa penulisnya mempunyai pengertian yang lain tentang rumah kaca. Yang dimaksudkan olehnya bukan apa yang disebut dalam ilmu lingkungan sebagai greenhouse effect, melainkan pengaruh pemanasan lingkungan di kota Jakarta yang menurutnya terjadi karena sudah banyak gedung pencakar langit yang secara menyeluruh berdinding kaca.
            Kalau artikel semacam itu sampai lolos dari tangan redaksi, bukan saja penulisnya melainkan redaksi koran itu juga sudah sempit menafsirkan apa itu yang disebut efek rumah kaca. Jika demikian sempitnya pengetahuan bangsa kita, tidak mustahil akan ada tokoh bangsa kita yang tidak dapat membedakan antara “internet” dan :”eternit” atau bertanya-tanya mengapa hanya penyanyi Solo saja tetapi tidak pernah ada penyanyi Kota Baru yang disebut-sebut oleh kritikus seni suara (Coba andaikan pendangan ini diterapkan pada buta aksara).

Kedua:
            Seorang anak makan kerupuk udang yang baru saja digoreng. Ketika dilekatkan ke bibirnya, kerupuk itu melekat. Keesokan harinya, masih ada tersisa sebuah kerupuk di atas piring. Kerupuk itu dimakannya lagi. Anehnya, kerupuk itu tidak lagi melekat di bibirnya. Ia bertanya-tanya, mengapa kedua hal yang bertentangan itu terjadi?
            Di waktu lain, bapaknya secara tidak sengaja menjatuhkan abu rokok di atas meja. Ibunya menjilat telunjuk dan menempelkan telunjuknya yang basah ke abu rokok. Abu rokok itu melekat secara utuh di ujung jari ibunya. Keesokan harinya, tampak oleh anak itu ada lagi abu rokok di atas meja. Ia mencoba meniru apa yang dilakukan ibunya. Hasilnya, abu rokok itu hancur tercerai berai.
            Kalau anak itu sudah mendapatkan pelajaran fisika tentang kapilaritas dan higroskopi, ia seharusnya dapat menerangkan persamaan dan perbedaan antara dua macam gejala mengenai kerupuk dan dua gejala mengenai abu rokok itu. Ia juga seharusnya dapat menjelaskan bahwa peristiwa mengenai kerupuk dan abu rokok itu dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep fisika yang sama. Namun jarang sekali siswa yang dapat menjelaskan gejala ini dengan menggunakan pengetahuan fisika, walaupun mereka sudah mempelajari sifat-sifat kapilar dan higrokopisitas. Bahkan sang guru sendiri pun, jika ditanya oleh anak itu, mungkin sekali akan terkejut dan tidak dapat menjawab pertanyaan muridnya itu. Besar kemungkinannya, ia malah menjadi uring-uringan dan marah-marah. Dan itulah salah satu sebab bahwa murid di Indonesia tidak mau bertanya karena tidak berani. Maka tidak mengherankan kalau remaja Indonesia kehilangan kreativitasnya.
           
Ketiga:
            Kejadian berikut terjadi di Malang. Seorang rekan saya mengundang wakil-wakil murid dari semua sekolah di Malang untuk mendengarkan ceramah tentang sains dan matematika. Juga diundang guru pendamping serta tokoh-tokoh penyelenggara bimbingan tes. Setelah rangkaian ceramah usai, kepada para siswa itu disediakan  waktu untuk bertanya tentang apa saja yang berhubungan dengan sains dan matematika.
            Seorang murid SD dari suatu desa (Balai Kambang) mengajukan pertanyaan sebagai berikut: “Kalau saya seorang astronot dan membawa kipas ke ruang angkasa, kemudian di ruang angkasa itu saya ke luar dan mengipas-ngipaskan kipas itu, apakah terjadi angin? Pertanyaan itu disusul oleh pertanyaan lain. Kali ini oleh seorang murid SMP, pertanyaannya ialah “Kalau saya nyalakan lilin, nyalanya menuju ke atas. Akan tetapi, kalau lilin itu saya balik sumbunya ke bawah, mengapa nyalanya tidak mengarah ke bawah melainkan ke atas juga sehingga melelehkan ujung lilin itu lebih cepat?
            Sebagai moderator, rekan saya itu mempersilakan guru sains dan matematika dan penyelenggara bimbingan tes yang hadir untuk menjawab kedua pertanyaan itu. Hanya sunyi senyap yang terjadi, yang kemudian diikuti gelak para murid. Tidak seorangpun dari guru itu sanggup menjawab. Itulah sebabnya agaknya mengapa siswa tidak dirangsang guru agar bertanya, dan bertanya-tanya. Guru tidak siap menjawab pertanyaan muridnya. Pepatah melayu “malu bertanya, sesat di jalan” yang merupakan kearifan nenek moyang kita sudah tidak berlaku lagi di Indonesia. Demikian pula, para pelatih bimbingan tes tidak dapat menjawab karena mereka tidak biasa menjawab pertanyaan. Yang sehari-hari dilakukannya adalah menunjukkan kiat memilih jawaban pertanyaan yang tepat dari lima jawaban yang tersedia (monoton)—coba aplikasikan pada tutor SKB
            Dengan cara itu, perguruan tinggi telah banyak sekali menjaring mahasiswa yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk menjadi mahasiswa. Tentu saja kalau yang dimaksudkan dengan mahasiswa ialah calon ilmuwan atau teknologiwan yang mampu menggunakan akal dan nalarnya. Kalau yang dimaksud dengan mahasiswa ialah mereka yang akan berhasil mendapat ijazah sarjana, memang bimbingan tes itu sangat bermanfaat, asal saja perguruan tinggi itu hanya merupakan suatu kilang ijazah atau diploma mill.

Pentingnya Melek Huruf

            Salah satu kunci dasar kemajuan masyarakat adalah penemuan tulisan sebagai alat komunikasi. Dengan tulisan peristiwa bersejarah dapat diungkapkan, pengetahuan dapat disebarluaskan dengan cepat.
            Selain tulisan, hal penting lain yang terkait adalah penemuan angka. Ada perbedaan kualitas antara masyarakat sebelum melek huruf dan masyarakat melek huruf dalam hal mobilitas SDM melalui komunikasi yang lebih efektif dan efisien, bentuk organisasi sosial yang lebih kompleks, dan kemampuan menciptakan dan memanfaatkan teknologi yang lebih tinggi.
            Menurut Bowman dan Anderson (1973) tingkat melek huruf sekitar 40 persen dari total populasi tidak cukup untuk mengupayakan pengembangan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa industrialisasi dan ekspansi ekonomi yang cepat akan terjadi bila penduduk yang melek huruf berkisar antara 70 sampai dengan 80 persen dari jumlah populasi..

Melek Huruf Harus Di Dampingi Melek Angka

            Dalan kehidupan keseharian kita yang dipentingkan bukan hanya melek huruf melainkan juga melek angka. Hal ini dapat diambil teladannya dari peristiwa pertandingan adu kuat menenggak minuman penguat yang sering diiklankan di televisi menghasilkan tenaga yang “ruarr biasa”! Pernah terjadi beberapa mahasiswa bertanding adu kuat minum minuman penyegar. Padahal di label botol tercantum bahwa setiap isi botol mengandung 50 mg kafein! Minum tiga botol berarti menenggak  150 mg kafein dan minum lima botol setara dengan minum 250 mg kafein. Kalau mau pakai bernalar berdasar kemampuan melek angka, hal itu harus disetarakan dengan berapa cangkir kopi pahit yang telah ditenggak dalam waktu seketika? Namun, bila ditinjau dari melek huruf, maka mahasiswa yang paling banyak meminum minuman penyegar adalah mahasiswa yang paling kuat, karena yang diminum adalah minuman penguat.

Paradigma Baru Memberantas Buta Aksara

            Kristalisasi teks dan konteks pemberantasan buta aksara antara lain terwujud dalam kontekstualisasinya yang dapat diringkas ke dalam dua pokok berikut, yaitu (1) partisipasi masyarakat dan upaya-upaya sendiri untuk meningkatkan taraf kehidupannya berdasarkan inisiatif sendiri; dan (2) kesiapan dukungan-dukungan teknis dan pelayanan lainnya sehingga inisiatif, keswadayaan, dan kesukarelaan masyarakat menjadi semakin efektif.
            Kontekstualisasinya menjadi berbeda-beda dari suatu daerah ke daerah lain berdasarkan atas kepentingan politik daerah (otonomi daerah). Ada daerah yang memaknai pemberantasan buta aksara sebagai penyuluhan (extension), ada juga sebagai pembinaan masyarakat (mass education), pembinaan basis (fundamental education), pengembangan pedesaan (rural development). Konteksnya memang berbeda, tetapi yang terkandung di dalamnya secara umum ada empat hal, yaitu (1) konsep keswadayaan, (2) inisiatif harus selalu datang dari masyarakat, (3) ada agen perubahan entah dilakukan oleh pemimpin setempat, LSM, ataupun lembaga lain “SKB”, dan (4) ada pemanfaatan dan pendekatan-pendekatan teknis berbasis pada potensi lokal.
            Dari berbagai kontekstualisasi di atas, berkembanglah konseptualisasi yang terfokus pada pengembangan masyarakat yang di satu pihak dilihat sebagai proses atau serial aktivitas, dan di lain pihak pengembangan masyarakat dilihat sebagai status berkembangnya suatu masyarakat. Yang disebut pertama (proses) menekankan pentingnya perubahan status (dari buta aksara menjadi melek aksara), sedang yang kedua (status) menekankan bahwa pengembangan masyarakat itu bagaikan terminal, yaitu tempat pemberhentian yang menggambarkan suatu kemajuan tertentu. Dari dua konsep ini saya memunculkan empat konsep untuk memberantas buta aksara, yaitu konsep proses, metode, program dan gerakan.
            Konsep proses memaknai bahwa pengembangan masyarakat  adalah suatu perubahan  dari satu status/keadaan yang lebih rendah ke status di atasnya atau dari satu tahap ke tahap yang lebih atas. Contohnya, perubahan yang terjadi pada individu yang semula buta aksara menjadi melek aksara. Tekanan utama dari konsep proses ialah apa yang sedang terjadi dalam individu ditinjau dari sisi aspek sosial dan psikologis (Individu yang buta aksara). Maksudnya proses lebih menekankan pada analisa dan hipotesa secara emik dari individu yang buta aksara..
            Konsep metode menegaskan bahwa yang terpenting adalah hasil akhir yaitu melek huruf dan bagaimana melek huruf itu diraih dengan menggunakan metode pengembangan masyarakat. Yang terpenting dalam konsep metode ini adalah bagaimana dan dengan metode apa hasil dapat dicapai (lihat buku pedoman pentahapan program keaksaraan fungsional “Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel Sub Dinas Bina  PLS”).
            Konsep program menitik beratkan perhatian pada betapa pentingnya kegiatan dan seberapa jauh pemegang kebijakan mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan itu. Dengan kata lain, konsep program sangat peduli terhadap aktivitas yang sedang terjadi/ berlangsung dalam masyarakat.
            Konsep gerakan melihat betapa pentingnya komitmen dan hubungan emosional antara masyarakat buta aksara dengan pemegang kebijakan, termasuk tutor menuju terciptanya melek aksara di masyarakat.
            Dengan kata lain, pelaksanaan program penuntasan buta aksara ini harus dilakukan dengan pendekatan terpadu, artinya semua komponen yang terkait dengan peningkatan kemampuan membaca akan terlibat dalam satu gerakan yang sama. Sedangkan pola yang dijadikan tempat peningkatan kemampuan membaca bagi warga yang menyandang buta aksara adalah (1) program paket kelompok belajar termasuk paket belajar kelompok usaha produktif, (2) perpustakaan keliling, (3) taman baca desa, dan (4) kelompok-kelompok sosial masyarakat yang disisipi pembinaan kemampuan membaca.
            Berdasarkan uraian saya ini, maka dapat saya katakan bahwa semua strategi pemberantasan buta aksara adalah baik. Tidak ada strategi yang paling baik untuk memberantas buta aksara. Yang ada adalah “maukah kita ini masyarakat, tutor, dan terutama pemegang kebijakan dengan rela hati, sungguh-sungguh dan ikhlas mau memberantas buta aksara di kota ini?”
*Program terbatas pada materi dan terbatas pada waktu (kurikulum).
*Kehadiran tutor umumnya karena proyek, sehingga bergantung pada buget—(honor)
*Kemauan pemegang kebijakan umumnya mempertimbangkan posisi tawar politik (gerakan)
*Proses pemberantasan biasanya tidak mempertimbangkan individu secara emik, namun secara etik (bukan sebagaimana masalah yang dihadapi individu di dalam masyarakat tetapi bagaimana seharusnya individu di dalam masyarakat)
* Sedang penerapan metode umumnya tidak ada roh keihlasan dan kesungguhan baik dari tutor dan pemegang kebijakan. Hasilnya adalah suatu kegamangan dan retorika dengan motto “pemberantasan buta aksara sangat penting dalan era globalisasi ini”.

Penutup


            Dalam kesempatan penutup ini biasanya saya menguraikan hal-hal yang seiring dengan judul orasi. Izinkan kali ini saya menyimpang dari kebiasaan. Yang akan saya uraikan adalah hal-hal yang menyangkut keberhasilan seseorang atau sekelompok orang.
            Sejak bulan Oktober 1986 sampai sekarang saya mengajar Bahasa Indonesia di Universitas lambung Mangkurat. Banyak yang saya alami selama 20 tahun menjadi guru dan berkecimpung dalam dunia pendidikan; banyak yang saya lihat di negara-negara yang saya kunjungi, banyak yang saya peroleh dari buku, jurnal dan sebagainya. Yang saya baca. Saya mencoba mengemukakan pikiran saya dalam kesempatan ini dengan harapan semoga apa yang saya kemukakan ada manfaatnya bagi kita, terutama bagi adik-adik yang sekarang ini menjadi wisudawan.
            Secara garis besar saya membagi manusia menjadi 4 kelompok:
                        Kelompok 1
                        Orang pintar dan rajin

                        Kelompok 2
                        Orang pintar tetapi malas

                        Kelompok 3
                        Orang kurang pintar tetapi rajin

                        Kelompok 4
                        Orang kurang pintar dan malas

            Termasuk dalam kelompok 1 ini ialah orang-orang seperti Edison, Newton, dsb. Edison tidak pernah berhenti untuk mencari jalan yang lebih baik untuk melakukan sesuatu. Pada suatu ketika sewaktu dia sedang mengerjakan percobaan mengenai baterai yang bisa menyimpan arus listrik, dia telah mengadakan eksprimen sebanyak 8000 kali tanpa sukses. Salas seorang asistennya bertanya, apakah bapak tidak berkecil hati dengan kegagalan ini? Edison menjawab “ Kita telah memperoleh kemajuan yang luar biasa; paling tidak kita tahu ada 8000 hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, sedang orang lain tidak tahu”.
            Termasuk dalam kelompok 4 adalah orang-orang yang kurang pintar dan tidak mau berusaha untuk bekerja dengan rajin. Orang-orang semacam ini selamanya tidak akan maju dalam usahanya, kecuali apabila mereka mau mengubah kebiasaan yang kurang terpuji itu. Presiden Nixon pernah berkata:” Saya tahu bahwa saya kurang pintar dan itulah sebabnya mengapa saya tidur pukul 12, sedangkan teman-teman saya tidur pukul 10.
            Kelompok 1 dan kelompok 4 tidak banyak jumlahnya, sedangkan kelompok 2 dan kelompok 3 banyak sekali jumlahnya, seperti kurva normal.
            Selanjutnya saya akan menyinggung sedikit mengenai apa yang biasa kita kenal dengan istilah motivasi. Menurut pendapat saya, motivasi itu serupa dengan istilah sehari-hari yang kita kenal dengan niat. Sukses atau tidak suksesnya suatu usaha pada dasarnya ditentukan oleh niat ini. Usaha apa saja tidak akan sukses, kalau niatnya rendah. Sebaiknya usaha apa saja pada umumnya sukses kalau disertai dengan niat yang tinggi. Memang motivasi bukan satu-satunya faktor penentu, tetapi perannya tidak boleh dipandang remeh.
Butir berikut yang akan saya kemukakan ialah : Jangan takut gagal! Ada tiga alasan untuk berfikir secara negatif:
(1)   Berfikir negatif itu sederhana
Orang yang berfikir negatif tidak mau repot dan selalu berusaha menghindari tanggung jawab. Dia berkata pada dirinya; “Buat apa sulit-sulit..” Kalau diserahi tugas orang semacam ini biasanya menghindar dengan alas an  “Saya sibuk..”
(2)   Berfikir negatif itu mudah.
Saya tidak berani mengikuti TOFL, selesai. Sikap semacam ini betul-betul mudah, tetapi orang yang demikian itu tidak akan maju dalam usahanya.
(3)   Berfikir negatif itu aman.
Orang yang berfikir negatif tidak berani mengambil resiko; dia selalu dihantui oleh pikiran “kalau saya gagal bagaimana? Saya malu kepada keluarga, saya malu kepada kawan-kawan.

            Dari apa yang saya kemukakan dapat ditarik kesimpulan:
a)      Kalau kita kurang pintar, maka hal ini hendaknya dikompensasi dengan bekerja keras, yakni harus rajin,
b)      Motivasi merupakan faktor yang amat penting. Sukses atau gagalnya suatu usaha pada dasarnya ditentukan oleh motivasi,
c)      Berfikir secara negatif memang sederhana, mudah, dan aman, tetapi harus kita hindari apabila kita ingin maju.



DUNIA IMPIAN


Ketika duduk di terminal , di bandar udara,
di ruang tunggu praktek dokter, di balai desa,
kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku,
dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang,
di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku,
dan cahaya lampunya terang benderang,
kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua
sibuk membaca dan menuliskan catatan,
dan aku bertanya di negeri mana aku sekarang.

Ketika bertandang di sebuah toko,
warna-warni produk yang dipajang terbentang,
orang-orang memborong itu barang
dan mereka berdiri beraturan di depan tempat pembayaran
dan sekali lagi aku bertanya di negeri mana aku sekarang


Terima kasih, semoga apa yang saya sampaikan kali ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Kamis, 23 Juli 2015

Peran Diksi Dalam Sebuah Karya Ilmiah



MEMBUAT  KARYA ILMIAH YANG BAIK  MELALUI  DIKSI
OLEH
MOH. FATAH YASIN
(Makalah disajikan dalam penyuluhan bahasa Indonesia yang diselenggarakan
oleh Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan)

Kata  merupakan  satu  unit   dalam  bahasa  yang  memiliki  stabilitas  intern dan  mobilitas  posisional.  Maksudnya,  kata memiliki  komposisi  tertentu,  baik secara  fonologis  maupun  morfologis,  dan  secara  relatif  memiliki  distribusi  yang  bebas,  yaitu  dapat  digunakan  sesuai  dengan  kepentingan.  Kata-kata  itu  dapat  ditata  dalam  suatu  konstruksi  yang  lebih besar  sesuai  dengan  kaidah-kaidah  sintaksis  suatu  bahasa.  Konstruksi  yang  demikian  akan  terlihat  dalam  proses komunikasi,  akan  tetapi  yang  sangat  penting  dari  penataan  kata-kata  itu  ialah  pengertian (sense)  yang  tersirat  dari penggunaan  kata  tersebut.  Dengan demikian,  setiap  orang  yang  terlibat  dalam  komunikasi  akan  dapat  saling memahami  dan  aktivitas  komunikasi  akan  berjalan  dengan  baik  dan  lancar.
 Pernyataan  di atas  mengisyaratkan  bahwa  tiap  kata  mengungkapkan  suatu  gagasan  atau  ide.  Artinya,  kata  merupakan media penyalur gagasan, hal  ini  sejalan  dengan  uraian  keraf  yang  menyatakan  bahwa  semakin  banyak  kata yang dikuasai  seseorang,  semakin  banyak  ide atau gagasan  yang  dikuasai  dan  yang  sanggup  diungkapkannya.
Pokok permasalahan pada makalah ini  adalah ( 1)   Apa yang dimaksud dengan diksi ?   (2) Apa  peranan  diksi  dalam Penulisan Karya Ilmiah? Dan (3)Apa syarat-syarat pemilihan diksi dalam menulis karya ilmiah?
PENGERTIAN DIKSI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan. Menurut Wikipidea, Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.
Diksi merupakan pemilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam bahasa lisan dan tulisan. Untuk mendapatkan efek tertentu itu, seseorang yang akan berbicara atau menulis harus memilih kata yang dapat mewakili gagasannya dengan tepat. Disamping itu, ia juga memerlukan kemampuan untuk membedakan nuansa-nuansa makna dari gagasan yang disampaikan dan menemukan kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya.
PERANAN  DIKSI  DALAM  PENULISAN  KARYA  ILMIAH
Fungsi dari diksi dalam penulisan karya ilmiah antara lain :
  • Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
  • Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
  • Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
  • Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Ada dua persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam memilih kata-kata, yaitu persyaratan ketetapan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih itu dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu juga harus dipahami pembaca dengan tepat, artinya tafsiran pembaca sama dengan apa yang dimaksud dengan penulis. Untuk memenuhi persyaratan ketetapan dan kesesuaian dalam pemilihan kata, perlu diperhatikan a) kaidah kelompok kata/ frase, b) kaidah makna kata, c) kaidah lingkungan sosial, d) kaidah karang –mengarang.
Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Kelompok Kata /Frase
Pilihan kata/ diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frase, seharusnya merupakan pilihan kata/diksi yang tepat,seksama, lazim,dan benar.
1) Tepat
Contohnya : Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi kelompok kata pandangan mata tidak dapat digantikan  dengan lihatan mata.
2) Seksama
Contohnya : Kata besar, agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim. Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah mengatakan hari agung, hari akbar ataupun hari tinggi. Begitu pula dengan kata jaksa agung tidak dapat digantikan dengan jaksa besar ataupun jaksa raya, atau pun jaksa tinggi  karena kata tersebut tidak seksama.
3) Lazim
Lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kata yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia apabila dipergunakan sangatlah akan membingungkan pengertian saja. Contohnya, Kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi tidak dapat mengatakan Anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan.  Kemudian kata santapan rohani tidak dapat pula digantikan dengan makanan rohani.  Kedua kata ini mungkin tepat pengelompokannya, tetapi tidak seksama serta tidak lazim dari sudut makna dan pemakain-nya.
Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Makna Kata.
Jenis Makna
Berdasarkan bentuk maknanya, makna dibedakan atas dua macam yaitu:
  1. Makna Leksikal adalah makna kamus atau makna yang terdapat di dalam kamus. Makna ini dimiliki oleh kata dasar. Contoh : makan, tidur, ibu, adik, buku
  2. Makna Gramatikal adalah makna yang dimiliki kata setelah mengalami proses gramatikal, seperti proses afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi(pengulangan), dan komposisi(pemajemukan). Contoh : Proses afiksasi awalan me- pada kata dasar kotor
  • Adik mengotori lantai itu.
Proses reduplikasi pada kata kacang
  • Kacang-kacangan merupakan salah satu sumber protein nabati.
Proses komposisi pada kata rumah sakit bersalin
  • Ia bekerja di rumah sakit bersalin


Berdasarkan sifatnya, makna dibedakan atas dua macam:
  1. Makna Denotasi adalah makna kata yang sesuai dengan hasil observasi panca indra dan tidak menimbulkan penafsiran lain. Makna denotasi disebut juga sebagai makna sebenarnya.
Contoh :    Kepala: organ tubuh yang letaknya paling atas
                  Besi: logam yang sangat keras
2.      Makna konotasi adalah makna kata yang tidak sesuai dengan hasil observasi pancaindra dan menimbulkan penafsiran lain. Makna konotasi disebut juga sebagai makna kias atau makna kontekstual.
Contoh :    Ibu kota : pusat pemerintahan
                  Ibu jari : jari yang paling besar atau jempol
                  Jamban : kamar kecil
Berdasarkan wujudnya, makna dibedakan atas :
  1. Makna referensial adalah makna kata yang mempunyai rujukan yang konkret.
Contoh : meja, baju, membaca, menulis
2.      Makna inferensial adalah makna kata yang tidak mempunyai rujukan yang konkret.
Contoh : baik, indah, sedih, gembira
PERUBAHAN MAKNA
Berdasarkan cakupan maknanya, perubahan makna dibedakan atas.
1.   Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada sebelumnya.
Misalnya:
Kata
Dulu
Sekarang
Berlayar
Mengarungi laut dengan memakai kapal layar
Mengarungi lautan dengan alat apa saja
Putera-puteri
Dipakai untuk sebutan anak-anak raja
Sebutan untuk semua anak laki-laki dan perempuan



2.      Menyempit, cakupan makna sekarang lebih sempit daripada makna dahulu
Kata
Dulu
Sekarang
Sarjana
Sebutan untuk semua orang cendikiawan
Gelar untuk orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi
Madrasah
Sekolah
Sekolah yang mempelajari ilmu agama Islam
Berdasarkan nilai rasanya, perubahan makna dibedakan atas:
1.      Ameliorasi adalah perubahan makna ke tingkat yang lebih tinggi. Artinya barudirasakan lebih baik dari arti sebelumnya.
Contoh:
  • Kata wanita dirasakan lebih baik nilainya daripada perempuan
  • Kata istri atau nyonya dirasakan lebih baik daripada kata bini.
2.      Peyorasi adalah perubahan makna ke tingkat yang lebih rendah. Arti baru dirasakan lebih rendh nilainya dari arti sebelumnya.
Contoh:
  • Kata perempuan sekarang dirasakan lebih rendah artinya
  • Kata bini sekarang dirasakan kasar
PERGESERAN MAKNA
Pergeseran makna dibedakan atas 2 macam:
1. Asosiasi adalah pergeseran makna yang terjadi karena adanya persamaan sifat.
Contoh:
– Tasya menyikat giginya sampai bersih
– Pencuri itu menyikat habis barang-barang berhatga dirumah itu
  2. Sinestesia adalah perubahan makna akibat adanya pertukaran tanggapan antara dua indra
      yang berbeda.
Contoh:
– Sayur itu rasanya pedas sekali
– Kata-katanya sangat pedas didengar.
RELASI MAKNA
Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
  1. Homonim adalah dua buah kata yang mempunyai persamaan tulisan dan pengucapan.
Contoh :
  • Bisa berarti Dapat, sanggup, racun
  • Buku berarti Kitab , antara ruas dengan ruas
2.   Homograf adalah dua buah kata atau lebih yang mempunyai persamaan tulisan tetapi berlainan pengucapan dan arti.
Contoh:
  • Teras(inti) dengan teras(halaman rumah)
  • Sedan(isak) dengan sedan(sejenis mobil)
  • Tahu(paham) dengan tahu(sejenis makanan)
3.  Homofon adalah dua buah kata atau lebih yang mempunyai persamaan pengucapan tetapi berlainan tulisan dan arti
Contoh:
  • Bang dengan bank
  • Masa dengan massa
  1. Sinonim adalah dua buah kata yang berbeda tulisan dan pengucapanya tetapi mempunyai arti yang sama.
Contoh:
  • Pintar dengan pandai
  • Bunga dengan kembang
Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Oleh sebab itu, di dalam sebuah karang mengarang sebaiknya dipergunakan sinomin kata supaya ada variasinya dan ada pergantiannya yang membuat lukisan di dalam karangan itu menjadi hidup. Sinonim dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
  1. Pengaruh bahasa daerah
Contoh : Kata harimau yang diberi sinonim dengan macan .
Kata auditorium bersinonim dengan kata pendopo.
Kata rindu bersinonim dengan kata kangen
2.  Perbedaan dialek regional
Contoh            :   Handuk bersinonim  tuala  , selop bersinonim seliper 
3.   Pengaruh bahasa asing
Contoh : kolosal bersinonim besar , aula bersinonim ruangan , realita bersinonim kenyataan .
      4.   Perbedaan dialek sosial
Contohnya : suami bersinonim laki , istri bersinonim bini , mati bersinonim wafat.
      5.   Perbedaan ragam bahasa
Contohnya : membuat bersinonim menggubah, assisten bersinonim pembantu, tengah bersinonim madya.
      6.   Perbedaan dialek temporal
Contohnya : hulubalang bersinonim komandan , kempa bersinonim stempel , peri bersinonim hantu .
  1. Antonim adalah kata-kata yang berlawanan artinya.
Contoh:
  • Tua– muda
  • Besar – kecil
  • Luas – sempit
  1. Polisemi berasal adalah kata poly dan sema, yang masing-masing berarti’banyak’ dan ‘tanda’. Jadi polisemi berarti suatu kata yang memiliki banyak makna.
Contoh:
  • Kata kepala yang mempunyai arti bahagian atas tubuh manusia tetapi dapat juga berarti orang yang menjadi pimpinan pada sebuah kantor dan sebagainya.
  • Kata kaki  yang dipergunakan untuk menahan tubuh manusia  tetapi dapat juga kaki meja yang menahan meja.
 Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Lingkungan Sosial Kata
Diksi harus selalu diperhatikan lingkungan pemakian kata-kata. Dengan membedakan lingkungan itu, pilihan kata yang kita lakukan akan lebih tepat dan mengena. Lingkungan itu dapat kita lihat berdasarkan :
a)      Tingkat sosial yang mengakibatkan terjadinya sosiolek
Contoh: Kata- kata mati, meninggal dunia, wafat, tewas, mampus, mangkat  kita bedakan penggunaanya di dalam bahasa Indonesia berdasarkan rasa bahasa bukanlah melihat tingkat sosialnya
b)      Daerah/geografi yang mengakibatkan dialek
Contoh: Kata-kata bis,kereta, dan motor kita bedakan penggunaanya berdasarkan geografinya
c)      Formal/nonformal yang mengakibatkan bahasa baku/ tidak baku
Contoh: Kata tersangka, terdakwa, dan tertuduh kita bedakan berdasarkan maknanya.
d)     Umum dan khusus yang mengakibatkan terjadinya bahasa umum dan khusus.
–          Makna Umum( hipernim) adalah makna yang cakupannya luas.
Contoh: bunga, bulan, hewan, kendaraan
–          Makna khusus( hiponim) adalah makna yang cakupannya sempit atau terbatas.
Contoh:
Hipernim
Hiponim
Melihat
Menengok,menatap, melirik,menjenguk,melotot
Bunga
Melati, Anggrek, Sedap Malam
Bulan
Januari,Februari, Maret
Hewan
Ayam, Burung, kambing
D. Pilihan kata sesuai dengan kaidah mengarang.
Pilihan kata akan memberikan imformasi sesuai dengan apa yang dikehendaki. Pilihan kata dengan kaidah mengarang memiliki kelompok kata yang berpasangan tetap, pilihan kata langsung dan pilihan kata yang dekat dengar pembaca.
Contoh :
  1. Terdiri dari, terdiri dalam, terdiri atas
  2. Ditemani oleh, ditemani dari, ditemani dengan
  3. Ia menelpon kekasihnya (pilihan kata langsung), Ia memanggil kekasihnya melalui telepon (pilihan kata yang panjang dan berbelit-belit)
  4. Tidak semua pendengar/pembaca mengerti singkatan balita, KISS, dan kelompencir.
Kata Ilmiah ,Kata Populer, Kata Jargon dan Slang
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Kata popular adalah kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat umum.
Berikut adalah contoh dari kata ilmiah dan kata populer tersebut.
Kata Ilmiah:                                        Kata Popular:
Analogi                                               kiasan
Frustasi                                                rasa kecewa
Final                                                    akhir
Diskriminasi                                        perbedaan perlakuan
Prediksi                                               ramalan
Kontradiksi                                         pertentangan
Format                                                 ukuran
Anarki                                                 kekacauan
Biodata                                               biografi singkat
Bibliografi                                           daftar pustaka
Jargon adalah kata-kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap aneh kata ini juga merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan terterntu (dokter,militer,perkumpulan rahasia,ilmuwan dsb). Contohnya:, populasi, volume, abses, H2O,dan sebagainya.
Kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadang berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Kata-kata ini bersifat sementara,kalau sudah teras usang hilang atau menjadi kata-kata biasa. Contoh Slang : asoy,  manatahan  dan sesuatu ya .
Pilihan Kata dan Penggunaanya
  1. Kata dari dan daripada
Contoh :-  Kertas itu terbuat dari kayu jati (keterangan asal)
– Peristiwa itu timbul dari peristiwa seminggu yang lalu (keterangan sebab)
– Buku itu ditulis dari pengalamanya selama di Jerman (menyatakan alasan)
  1. Kata pada dan kepada
Contoh : – Buku catatan saya ada pada Astuti (pengantar keterangan)
– Saya ketemu dengan dia pada suatu sore hari. (keterangan waktu)
  1. Kata di dan ke
Contoh : –  Atik sedang berada di luar kota  (fungsi kata depan di)
Di saat usianya suadah lanjut, orang itu semakin malas belajar (keterangan waktu)
  1. Kata dan dan dengan
Contoh :  – Ayah dan Ibu pergi ke Jakarta kemarin
– Ibu memotong kue dengan pisau
  1. Kata antar dan antara
Contoh : – Kabar ibu belum pasti,antara benar dan tidak (menyataan pemilihan)
-Dia akan tiba antara jam 04.00 sampai jam 06.00 (jangka waktu)

Syarat-syarat kesesuaian diksi dalam sebuah karya ilmiah adalah:
1.Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandard dalam situasi yang formal.
2.Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum         
    hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular.
3.Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
4.Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang
5.Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
6.Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
7.Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.

Hal-hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam bagian-bagian di bawah ini
1. Bahasa Standar dan Sub Standar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain sebagainya.
Bahasa non stsndar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Kadang unsur ini digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau, dan berhumor. Bahasa non stadar juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar.
Bahsa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.

2. Kata Ilmiah dan Kata Populer
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata
ilmiah melawan kata-kata populer.
Bagian terbesar dari kosa kata sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum yang dipakai oleh semua             lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang atau rakyat jelata. Maka kata ini dinamakan kata-kata populer.
Kata-kata ini juga dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam diskusi-diskusi ilmiah.
Contoh:
Kata populer                                                               kata ilmiah
Sesuai                                                                          Harmonis
Pecahan                                                                       Fraksi
Aneh                                                                           Eksentrik
Bukti                                                                           Argumen
Kesimpulan                                                                 konklusi

3. Jargon
Kata jargon mengandung beberapa pengertian.
Jargon adalah suatu bahasa,dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca.
Jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.
Oleh karena jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam sebuah tulisan umum.

4.  Kata Percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian percakapan ini disini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelehara atau tidak disenangi.
Bahasa percakapan yang dimaksud disini lebih luas dari pengertian kat-kat populer, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian kata-kata ilmiah yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar



5.  Kata Slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja.
Kata-kata slang sebenarnya bukan hanya terdapat pada golongan terpelajar, tetapi juga pada semua lapisan masyarakat.

6.  Idiom
Idiom adalah pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya, misalnya: seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna perasa makan tangan. Siapa yang berfikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar ? dan selanjutnya idiom-idiom yang menggunakan kata makan seperti: makan garam, makan hati, dan senagainya.

7.  Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni.
Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.
Artifisial : Ia mendengar kepak sayap kalelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin kepada kemuning.
Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bima sakti yang jauh.
Biasa :Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun.
Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.





Daftar Bacaan
Arifin, Zainal. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia.
Nazar, Noerzisri. 2004. Bahasa Indonesia Karangan Ilmiah. Bandung:Humaniora.
Ibrahim, Kasir. 1993. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:Pustaka Tinta Emas.