GAMBARAN UMUM
PENELITIAN PEMBELAJARAN BAHASA
(BAHAN
KULIAH I)
Tujuan Penelitian Pembelajaran Bahasa
Penelitian
merupakan art and science guna mencari jawaban terhadap
permasalahan (Yoseph dan Yoseph dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2006:2). Karena
merupakan seni dan ilmiah, penelitian memberikan ruang-ruang yang akan
mengakomodasikan adanya perbedaan tentang konsep penelitian.
Penelitian dapat pula diartikan sebagai
cara pengamatan atau inkuiri dan bertujuan mencari jawaban permasalahan atau
proses penemuan, baik discovery
atau invention. Discovery diartikan sebagai
hasil penemuan yang sebetulnya memang sudah ada. Invention dapat
diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul baru dengan dukungan
fakta.
Secara umum tujuan kegiatan penelitian adalah menjelaskan dunia di
sekitar kita melalui upaya yang sistematis (Kamil, 1995). Berdasar pada rumusan
tersebut, tujuan penelitian pendidikan/pembelajaran bahasa adalah upaya yang
sistematis untuk menjelaskan, memahami, memecahkan, dan mengantisipasi
masalah-masalah pendidikan/pembelajaran bahasa.
Secara rinci tujuan penelitian pendidikan/pengajaran
bahasa adalah sebagai berikut:
a. menemukan dan mengembangkan teori, model, atau
strategi baru dalam pendidi-
kan/pembelajaran bahasa;
b. menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan teori,
model, strategi pendi-
dikan/pengajaran bahasa dalam memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran
bahasa;
c. mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan atau hubungan
berbagai isu atau
pikiran yang
terkait dengan masalah bahasa.
d. memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa;
e. menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
pendidikan/pembelajaran
bahasa;
f. membuat keputusan atau kebijakan mengenai
pendidikan/pembelajaran bahasa.
Masalah pendidikan/pembelajaran bahasa
mencakup masalah-masalah linnguistik atau kebahasaan dan keterampilan
berbahasa. Masalah linguistik yang menjadi fokus penelitian
pendidikan/pembelajaran bahasa di antaranya adalah fenomena-fenomena linguistik
yang terkait dengan penutur bahasa dan penggunaan bahasa. Masalah lain yang
berhubungan dengan penelitian/pembelajaran bahasa ialah bagaimana
mengidentifikasi sifat-sifat bahasa serta model-model pengembangannya. Adapun masalah
keterampilan berbahasa yang menjadi fokus penelitian bahasa mencakup
keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
Tujuan Penelitian Membaca dan Menulis
Penelitian membaca didasari dan
dipengaruhi oleh penelitian-penelitian psikologi. Pada awal abad ke-20 sampai
tahun 1960-an, penelitian difokuskan pada bagian-bagian keterampilan membaca.
Selanjutnya, penelitian membaca menghasilkan pemikiran yang sistematis tentang
belajar membaca (Kamil, 1995).
Penelitian murni tentang membaca berupaya menjelaskan
peristiwa-peristiwa membaca yang ada di sekitar kita dan berupaya untuk
mengembangkan pengetahuan tentang membaca yang berpengaruh pada penemuan teori
membaca. Selanjutnya, teori yang telah dirumuskan diharapkan dapat menjelaskan
berbagai permasalahan membaca. Misalnya, dengan teori tersebut kita dapat
menjawab apakah membaca itu, siapakah yang melakukan kegiatan membaca, serta
kapan, bagaimana, mengapa, di mana peristiwa membaca terjadi.
Dari berbagai penelitian, teori-teori
membaca semakin lengkap. Teori ini kemudian dikembangkan dalam penelitian
membaca terapan untuk menjelaskan berbagai peristiwa membaca yang ada di
sekitar kita dan memecahkan permasalahan membaca dalam kehidupan sehari-hari.
Dari waktu ke waktu permasalahan
membaca lebih banyak berupa isu tentang membaca terapan karena adanya kebutuhan
dan keinginan berupa penerapan teori membaca dalam kegiatan pendidikan,
pengajaran, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, masih banyak teori
membaca yang tidak dapat memecahkan permasalahan pendidikan dan pengajaran
membaca. Hal ini menyebabkan pentingnya pemberian informasi secara
terus-menerus dari pendidik dan pengajar tentang permasalahan yang
ditemukannya.
Hasil penelitian membaca seharusnya
dapat diaplikasikan dalam setting yang tepat. Hasil penelitian yang baik dapat
menjadi umpan balik bagi kerangka kerja atau model kegiatan yang sedang
berlangsung. Ruang lingkup penelitian membaca terapan meliputi evaluasi program
membaca individual atau kelompok, metode, teknik, atau strategi pembelajaran
membaca, serta model-model pembelajaran membaca. Untuk menentukan variabel dan
metodo1ogi dilakukan berdasarkan titik pandang permasalahan membaca serta teori
membaca.
Penelitian membaca di satu sisi,
sebenarnya, tidak terlampau berbeda dengan penelitian menulis. Permasalahan
penelitian menulis diarahkan pada peningkatan pemahaman dan kemampuan menulis
serta penjelasan proses menulis. Akhir-akhir ini penelitian menulis lebih
holistik cakupannya (Shaughnessy, 1977). Selanjutnya, penelitian menulis
berkembang ke arah pengkajian bagian bagian dan proses menulis (Hayes and
Flower, 1980).
Baik penelitian bidang membaca maupun
penelitian bidang menulis banyak dipengaruhi model dan teori membaca dan
menulis. Ada tiga model yang mempengaruhi penelitian membaca dan menulis,
yaitu:
a. model bottom-up atau model keterampilan, dengan
tokoh penelitian membacanya adalah Cough, Alford, Holley-Wilcox (1972) dan
tokoh penelitian menulis dengan model ini adalah Warriner dan Griffith (1977);
b. model top-down atau holistik, dengan tokoh
penelitian membacanya adalah
Goodman Smith
(1971) dan tokoh penelitian menulis dengan model ini adalah
Britton (1970);
c. model interaktif atau keseimbangan, dengan tokoh
penelitian membacanya adalah Rummelhart (1977) dan tokoh penelitian menulis melalui
model ini adalah Hayes
dan Flower
(1980).
Penelitian kontemporer dalam membaca
dan menulis banyak dipengaruhi oleh psikologi kognitif, psikologi sosial,
linguistik, antropologi, teori belajar, ilmu komputer, dan praktik pendidikan.
Beberapa penelitian membaca dan menulis bertujuan memahami sifat-sifat dasar
dan teori-teori proses membaca. Upaya-upaya itu termasuk menghasilkan
model-model dan teori-teori proses membaca, misalnya, penelitian yang banyak
dihasilkan oleh Singer & Ruddeil (1976), Carver (1977-1975).
Tujuan lain penelitian membaca dan
menulis adalah untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan membaca dan
menulis, baik di dalam kelas maupun pada seting lainnya.
Tujuan Penelitian Berbicara dan Mendengarkan
Penelitian pendidikan berbicara dan
mendengarkan pada umumnya bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah peningkatan
kemampuan berbicara dan mendengarkan serta mengatasi masalah kesulitan
berbicara dan mendengarkan. Melalui penelitian eksperimen, kesulitan berbicara
dan mendengarkan dapat dilakukan dengan mengkaji atau menelaah faktor-faktor
sebab-akibat kesulitan berbicara dan mendengarkan. Salah satu contoh
penelitiannya ialah tentang melihat pengaruh model pembelajaran berbicara untuk
meningkatkan kemampuan berbicara; melihat pengaruh suatu terapi terhadap
perilaku seseorang yang mengalami kesulitan berbicara. Pertanyaan penelitian
yang muncul adalah apakah suatu model pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan berbicara? Apakah terapi menyebabkan perubahan dalam perilaku
berbicara? Adakah pengaruh keter- lambatan simakan terhadap kemampuan
berbicara?
Ada empat karakterisik penelitian
eksperimen dalam bidang berbicara dan mendengarkan, yaitu sebagai berikut.
(1) Eksperimen diawali dengan maksud, tujuan, pertanyaan,
atau hipotesis tentang
masalah atau
perilaku khusus tentang berbicara atau mendengarkan.
(2) Eksperimen dapat mengontrol berbagai variabel yang
diperkirakan menyebabkan
perilaku
khusus mengenai berbicara atau mendengarkan.
(3) Penelitian eksperimen dapat dirancang secara
sistematis untuk memberikan
perlakuan
terhadap kelompok yang dijadikan subjek penelitian.
Penelitian lain dalam bidang berbicara
dan mendengarkan bertujuan mendeskripsikan perbedaan kemampuan berbicara dan
mendengarkan dua kelompok subjek penelitian, menggambarkan kecenderungan
perkembangan kemampuan berbicara dan mendengarkan dan menggambarkan hubungan
antara kemampuan mendengarkan dan berbicara.
Pada penelitian deskriptif, peneliti
tidak melakukan manipulasi terhadap kondisi-kondisi yang sedang diteliti. Ada
empat tipe penelitian deskriptif dalam bidang ini, yaitu: (1) komparasi, (2)
perkembangan, (3) hubungan, dan (4) survei.
Penelitian kesejarahan dapat pula dilakukan untuk membuat
generalisasi mengenai hubungan di masa lain tentang faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam berbicara atau mendengarkan
serta implikasinya pada kemampuan mendengarkan dan berbicara pada saat ini.
Strategi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah merekam atau mencatat gambaran peristiwa masa lalu yang
terkait dengan kemampuan seseorang dalam berbicara dan mendengarkan. Kemudian
peneliti menganalisisnya serta mensintesiskannya ke dalam materi yang sedang
diteliti, yaitu yang berkenaan dengan masalah kesulitan berbicara dan
mendengarkan.
Pentingnya Penelitian Pendidikan/Pengajaran Bahasa
Memecahkan suatu masalah merupakan
tugas utama peneliti. Melalui penelitian seseorang dapat menunjukkan suatu
bukti. Penelitian dapat mengurangi ketidakpastian. Dengan meneliti, seseorang
dapat memperoleh hasil dari suatu tujuan yang ditetapkan.
Dalam pendidikan/pengajaran bahasa, ada
beberapa alasan tentang pentingnya penelitian. Alasan tersebut dapat dilihat diantaranya
melalui beberapa faktor sebagai berikut.
a. Pendidik
Untuk melaksanakan proses pendidikan
yang berkualitas diperlukan keputusan-keputusan profesional. Keputusan tersebut
sangat penting sebab akan berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang
terhadap siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat. Sebagai contoh, untuk
meningkatkan motivasi membaca siswa, peneliti harus membuat keputusan tentang
upaya yang tepat yang dapat dilakukan guru, orang tua siswa, dan lingkungan
sekitar siswa. Dari hasil penelitiannya DeRita dan Weaver (dalam Syamsuddin dan
Damaianti, 2006:7) dapat memutuskan
bahwa guru dapat memberikan strategi drama untuk meningkatkan motivasi membaca
siswa. Di samping itu, orang tua hendaknya memberikan fasilitas memadai serta
model yang mendukung peningkatan motivasi membaca siswa. Masyarakat sekitar
sangat efektif dalam memberikan suasana kondusif bagi peningkatan motivasi
membaca siswa dengan didirikannya rumah baca atau sanggar baca.
Sebagian besar pendidik membuat
keputusan berdasarkan pada beberapa sumber, misalnya pengalaman pribadi,
pendapat ahli, pendapat umum, intuisi, dan akal sehatnya untuk memutuskan
sesuatu. Berbagai sumber tersebut dapat saja digunakan dalam membuat keputusan,
tetapi keputusan yang diambil berdasarkan penelitian ilmiah adalah yang paling
tepat.
b. Masyarakat Umum
Lingkungan masyarakat, kelompok
profesional, organisasi masyarakat, memerlukan studi khusus untuk menentukan
kebijakan dalam kegiatannya. Sebagai contoh, kelompok direksi membutuhkan
strategi berbicara yang tepat agar gagasannya dapat dimengerti dan dilaksanakan
oleh anggota yang dipimpinnya.
c. Penentu Kebijakan
Sebagian dari para penentu kebijakan
lebih menyenangi penelitian yang berdasarkan pada informasi yang berselaras
dengan masalah kebijakan tertentu. Sebagai contoh, penelitian dibutuhkan untuk
menentukan standar kebahasaan dan penilaian kebahasaan. Valencia & Wixson
(2000) menjelaskan berbagai kemungkinan penelitian terkait dengan hal tersebut,
di antaranya perilaku berbahasa siswa, deskripsi prestasi berbahasa siswa, dan
penelaahan pokok-pokok bahasan bahasa.
Bagaimana pentingnya penelitian
pendidikan, khususnya pendidikan bahasa juga dapat dilihat dengan memeriksa
fungsi-fungsi dan penggunaan jenis penelitian tersebut. Fungsi penelitian dapat
dilihat dalam berbagai hal, di antaranya, yaitu fungsi penelitian dasar, fungsi
terapan, dan fungsi evaluasi.
a. Fungsi penelitian dasar, yaitu untuk
menguji teori dengan sedikit atau tanpa
aplikasi hasil
penelitian pada masalah praktis. Secara khusus berkenaan dengan
mengetahui,
menerangkan, dan memperkirakan fenomena alam dan sosial.
Penelitian
dapat dimulai dengan suatu teori, prinsip dasar, atau suatu
generalisasi.
b. Fungsi terapan, yaitu untuk
suatu bidang praktik dan berkenaan dengan
aplikasi pengetahuan
berdasarkan riset mengenai praktik tersebut.
c. Fungsi evaluasi, yaitu menilai
kebaikan, kelayakan, atau kebermanfaatan
suatu praktik.
Praktik yang dievaluasi bisa berupa pelaksanaan program atau
penggunaan
hasil.
Informasi yang dapat dipercayalah yang
diharapkan oleh masyarakat, yaitu informasi dari penelitian. Kegiatan
penelitian yang dapat menggambarkan dan mengukur fenomena secara akurat
merupakan sumber pengetahuan yang paling baik dibandingkan dengan kebenaran
yang didapatkan secara non ilmiah.
Sifat Penelitian Pendidikan Bahasa
Karena kegiatan penelitian dipandang
sebagai metode ilmiah, karakteristik atau sifat metodologi penelitian
pendidikan bahasa sama dengan bidang-bidang lainnya. Menurut Tuckman (1982),
Nunan (1992), McMillan & Schumacher (2003), Sukardi (2003) sifat metodologi
penelitian pendidikan bahasa adalah sebagai berikut.
a. Bertujuan
Penelitian mutlak memiliki tujuan yang
dapat memberikan arah dan target yang hendak dicapai. Tujuan ini dapat dipakai
sebagai tolok ukur dan penilaian ketercapaian hasil penelitian.
b. Sistematis
Penelitian merupakan proses yang
terstruktur sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk
melaksanakannya. Pelaksanaan penelitian yang baik dilakukan secara terencana
dan sistematis sejak tahap awal ditentukannya per-masalahan penelitian sampai
dengan penarikan simpulan hasil penelitian. Sistematika permasalahan tersebut
dituangkan ke dalam langkah-langkah proses penelitan.
Langkah-langkah dalam proses penelitian
akan bergantung pada pendekat-an/metode yang digunakan dalam sebuah penelitian.
Penelitian positivistik kuantitatif tentu akan berbeda sistematikanya dengan
pendekatan naturalistik/kualitatif.
c. Objektif
Objektivitas mengacu kepada kualitas
data yang dihasilkan oleh prosedur yang dapat mengontrol subjektivitas.
Penelitian itu ada objek yang diteliti. Untuk dapat memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah, sebuah penelitian, benar-benar memerlukan data dan
objek yang diteliti.. Karena objek tersebut dapat diindera manusia, semua pihak
akan memberikan persepsi yang sama terhadap objek itu. Akan tetapi, karena
keterbatasan kemampuan indera manusia dalam melakukan pengamatan, peneliti
dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti instrumen penelitian. Instrumen ini
harus melalui uji validitas dan reliabilitasnya agar lebih akurat.
d. Logis
Penelitian dilakukan melalui
langkah-langkah yang sistematis, yaitu dengan urutan atau proses berpikir yang
logis, sehingga validitas internalnya secara relatif dapat dipenuhi. Dengan
demikian, simpulan dan generalisasi akan mudah dicek kembali oleh peneliti
maupun oleh pihak lain.
Peneliti dapat melakukan penelitian
melalui langkah-langkah logis, baik secara deduktif maupun induktif. Secara
deduktif, peneliti melakukan penelitian dari suatu pernyataan umum ke simpulan
khusus. Sebaliknya, penelitian dapat dilakukan secara induktif, yaitu bila
peneliti mencapai suatu simpulan dengan mengamati kasus tertentu kemudian
membentuk generalisasi. Simpulannya terbatas pada kasus yang diamati.
e. Empiris
Penelitian berkenaan dengan dunia
empiris/nyata yang dapat diindera oleh pancaindera manusia yang bersifat
objektif. Karakteristik sebuah penelitian dilihat melalui pendekatan yang
empiris. Bagi peneliti, bukti adalah data, yaitu hasil-hasil nyata yang
diperoleh melalui penafsiran dan penyimpulan dari suatu penelitian (McMillan
& Schumacher, 2003).
f. Reduktif
Bila sebuah penelitian menggunakan
prosedur yang analitis untuk menda-patkan data, sebenarnya peneliti telah
mereduksi berbagai kebingungan tentang suatu fenomena atau masalah. Fenomena
itu semula tidak dimengerti dan membingungkan. Akan tetapi, dengan penelitian
yang tepat, fenomena atau kejadian itu dapat diketahui maknanya.
Proses reduksi sebenarnya merupakan
bagian dari usaha menerjemahkan realitas menjadi kenyataan yang bersifat
konseptual sehingga dapat digunakan untuk memahami hubungan kejadian yang satu
dan kejadian lainnya.
g. Replicable dan Transmitable
Suatu penelitian kuantitatif pada
umumnya dapat diulangi oleh peneliti lain untuk mengecek kebenarannya. Agar dapat
diulang dengan mudah, laporan penelitian harus dibuat secara sistematis dan
jelas, mulai dan kejelasan variabel, populasi dan sampel, prosedur mendapatkan
sampel, instrumen, uji hipotesis, data yang dihasilkan, analisis hasil, sampai
pada simpulan dan saran yang diajukan.
Selama itu, penelitian pendidikan
bahasa harus bersifat transmitable, artinya penelitian harus
mampu memecahkan masalah-masalah sehingga dapat digunakan oleh berbagai pihak
untuk berbagai keperluan (Sugiyono, 1994).
h. Penjelasan Singkat
Penelitian berusaha menjelaskan
hubungan yang ada terhadap fenomena-fenomena tertentu yang dapat mengurangi
realitas yang kompleks menjadi penjelasan yang sederhana (McMillan &
Schumacher, 2003).
i. Simpulan Bersyarat
Hasil penelitian pendidikan, khususnya
pendidikan bahasa merupakan sebuah simpulan yang bersyarat atau tidak mutlak.
Kesalahpahaman yang sering muncul, yaitu bahwa hasil penelitian adalah mutlak
dan simpulannya bersih dari kekeliruan.
Sikap llmiah Seorang Peneliti
Seorang peneliti seyogyanya memiliki
sikap ilmiah. Berikut ini terdapat sembilan sikap ilmiah yang selayaknya
dimiliki oleh seorang peneliti.
a. Sikap Ingin Tahu
Seseorang yang bersikap ilmiah itu
selalu bertanya-tanya mengenai berbagai hal yang dihadapinya. Ia selalu tertarik
pada hal-hal yang lama dan yang terutama ia selalu tertarik pada hal-hal yang
baru. Hal-hal yang lama, walaupun biasanya telah dipertanyakan oleh para ahli
sebelumnya mungkin saja masih memerlukan pemikiran lebih lanjut. Hal-hal yang
baru menarik untuk dipelajari agar dapat, dicapai suatu pernyataan umum.
b. Sikap Kritis
Orang yang bersikap kritis itu tidak
puas dengan jawaban tunggal. Ia akan selalu berusaha mencari hal-hal yang ada
di belakang gejala, bahkan yang ada di belakang fakta yang dihadapinya. Sikap
ingin tahu itu menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dan karena motivasi
itu, timbullah sikap kritis. Ia tidak akan lekas percaya. Karena memiliki sikap
ingin tahu itulah, ia mencari informasi sebanyak mungkin sebelum ia menentukan
pendapat untuk ditulis. Ia tidak gegabah mengucapkan atau menulis suatu
pernyataan umum. Bagi seseorang yang bersikap kritis, hukum-hukum alam dan data
empiris merupakan hal yang nomor satu. Ia dapat membedakan dengan baik antara
hukum alam, hipotesis, teori, dugaan, dan pendapat. Ia meneliti dalam upaya
membandingkan fenomena-fenomena yang serupa.
e. Sikap Terbuka
Orang yang bersikap ilmiah itu selalu
bersikap terbuka, yaitu selalu bersedia mendengarkan keterangan dan argumentasi
orang lain walaupun berbeda dengan pendiriannya. Orang yang bersikap terbuka
itu, tidak menutup mata terhadap kemungkinan yang lain. Ia tidak emotif dalam
menanggapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap pendapatnya.
d. Sikap Objektif
Bersikap objektif itu adalah
menyisihkan perasaan pribadi (personal bias), atau mengesampingkan
kecenderungan yang tidak beralasan, dengan kata lain dapat menyatakan apa
adanya, dapat melihat secara nyata, dan aktual. Peneliti yang bersikap objektif
tidak ‘dikuasai’ oleh pikiran-pikirannya sendiri atau perasaannya sendiri, dan
tidak dipengaruhi oleh prasangka.
e. Sikap Rela Menghargai Karya Orang Lain
Peneliti yang bersikap ilmiah memiliki
jiwa yang cukup besar untuk menghargai karya orang lain tanpa merasa dirinya
kecil. Peneliti yang congkak, dan merasa lebih tidak mungkin bersikap objektif,
dan karya tulisnya akan bernada sombong, memerintah atau menggurui. Peneliti
congkak itu biasanya bersikap meng-’aku’. Peneliti yang berjiwa ilmiah pantang
mengaku karya orang lain sebagai karya orisinal yang berasal dan dirinya
sendiri. Ia rela dan dengan senang hati mengakui dan mengucapkan terima kasih
atas gagasan (ide) atau karya orang lain yang semata-mata ia kutip.
f. Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran
Peneliti yang bersikap ilmiah berani
menyatakan kebenaran dan apabila perlu, Ia mempertahankannya. Kebenaran itu
mungkin berupa fakta atas hasil penelitiannya sendiri atau hasil penelitian
atau karya orang lain. Sikap itu menimbulkan kebulatan dalam cara berpikir dan
menimbulkan konsistensi dalam penulisan yang merupakan syarat mutlak bagi karya
tulis ilmiah.
g. Sikap Menjangkau ke Depan
Peneliti yang bersikap ilmiah mempunyai
pandangan jauh ke depan. Perkembangan etika dan kebudayaan pada umumnya menarik
perhatian bagi orang-orang yang bersikap ingin tahu, kritis, terbuka dan
objektif. Oleh karena itu, ia berpandangan jauh ke depan. Peneliti ini bersifat
‘futuristik’, yaitu mampu melihat jauh ke depan. Apabila ia juga seorang
peneliti yang baik, ia mampu membuat hipotesis dan membuktikannya, serta ia dapat
menyusun teori. Bahkan jika ia seorang yang beraka budi yang cerdik (jenius),
ia dapat sarnpai pada penjangkauan hukurn-hukum alam. Sikap menjangkau ke depan
itu membuat seseorang yang bersikap ilmiah gernar membaca, menganggap meneliti
itu sebagai suatu kebutuhan, dan ia menganggap menulis secara ilmiah itu
sebagai kewajiban.
Tipologi Penelitian Bahasa
Jenis-jenis penelitian dapat
dikelompokkan berdasarkan aspek tinjauan, yaitu berdasarkan tujuan, jenis data,
metode, dan pemanfaatan. Pengelompokan tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut.
1. Penelitian Berdasarkan Tujuan
Berdasarkan tujuannya, penelitian dapat
dikelompokkan menjadi penelitian dasar dan penelitian terapan. Sebenarnya sulit
untuk membedakan antara penelitian dasar dan terapan karena keduanya terletak
pada satu garis kontinum.
1) Penelitian Dasar
Suatu bentuk penelitian dikatakan penelitian
dasar apabila peneliti mempunyai tujuan perluasan ilmu tanpa memikirkan
pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia maupun masyarakat. Dengan
kata lain, penelitian dasar bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak
langsung memperhatikan kegunaan praktis. Para ahli pendidikan menggunakan
binatang untuk menyelidiki kehidupan, karakteristik, dan tingkah laku tertentu.
Hasil penelitiannya mungkin belum dimanfaatkan langsung, mungkin sangat berguna
untuk kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
2) Penelitian Terapan
Penelitian terapan dilakukan dengan
tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang
diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis, sehingga dapat diman
faatkan untuk kepentingan manusia, baik secara individual maupun kelompok.
Masalah penelitian terapan ditetapkan untuk mencari solusi yang dapat
dimanfaatkan manusia. Oleh karena itu, hasil penelitiannya berupa jawaban nyata
dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang dituju. Penelitian terapan
dalam pendidikan, misalnya, berkaitan dengan peningkatan kualitas strategi,
teknik, dan model pembelajaran, atau peningkatan minat dan motivasi belajar
siswa, atau pengimplementasian kurikulum, atau peningkatan kualitas media
pembelajaran.
2) Penelitian Berdasarkan Jenis Data
Jenis penelitian dapat dibedakan berdasarkan jenis
datanya, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
3. Penelitian Berdasarkan Aspek Metode
Pengelompokan jenis penelitian dapat
dilakukan berdasarkan metode. Jenis penelitian berdasarkan metode dapat dilihat
dan pengelompokan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif
dibedakan menjadi penelitian eksperimental dan non eksperimental, sedangkan
penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi penelitian interaktif dan non
interaktif.
Lebih lanjut, penelitian eksperimental
terdiri atas jenis penelitian eksperimen, eksperimen kuasi, dan subjek tunggal.
Penelitian noneksperimen terdiri atas penelitian deskriptif, komparatif,
korelasional, survei, dan ex post facto.
Penelitian kualitatif interaktif adalah
suatu studi mendalam yang menggunakan teknik tatap muka (face to face)
untuk mengumpulkan data dan orang-orang yang ada di dalam seting penelitian
tersebut. Para peneliti interaktif menjelaskan konteks studi, mengilustrasikan
perspektif-perspektif yang berbeda atas fenomena, dan merevisi
pertanyaan-pertanyaan secara berkelanjutan dan pengalaman mereka di dalam
bidang tersebut. Lima penelitian interaktif menurut McMillan & Scumacher,
yaitu ethnografik, fenomenologik, studi kasus, grounded theory, dan
studi kritis. Penelitian non interaktif terdiri atas analisis konsep dan
analisis historis.
1) Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen, menurut Sukardi
(2003), merupakan metode inti dari penelitian yang ada. Ini disebabkan dalam
metode ini peneliti melakukan penelitian dengan tiga persyaratan yang dipenuhi.
Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan
mengobservasi. Pada penelitian ini peneliti harus membagi subjek yang diteliti
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan perlakuan dan kelompok
yang tidak memperoleh perlakuan. Pada penelitian eksperimen terdapat pengujian
hipotesis untuk menentukan kondisi setelah dilaku kannya manipulasi, misalnya
berupa suatu perlakuan.
Penelitian eksperimen dalam pendidikan
bahasa bertujuan melihat pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang
lain. Misalnya, (a) pengaruh model pembelajaran interaktif dalam membaca
terhadap kemampuan membaca siswa, (b) pengaruh metode diskusi dalam
pembelajaran berbiacara terhadap kemampuan berbicara siswa.
Pada penelitian eksperimen terdapat
kelompok yang disebut kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja
dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu. Pada contoh tersebut, kelompok
yang dipengaruhi adalah kelompok yang diberi pembelajaran membaca melalui model
interaktif dan kelompok yang diberi pembelajaran dengan metode diskusi. Di
samping itu, ada pula kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak dipengaruhi
oleh variabel itu. Pada contoh tersebut kelompok kontrol adalah siswa yang
tidak dipengaruhi oleh model interaktif dalam pembelajaran membaca dan siswa
yang tidak dipengaruhi oleh metode diskusi dalam pembelajaran berbicara. Adanya
kelompok kontrol dimaksudkan sebagai pembanding sebingga tampak ada atau tidak
adanya perubahan yang diakibat kan oleh pengaruh variabel yang diujicobakan.
Contoh lain penelitian eksperimen dalam
bidang pendidikan bahasa di antaranya adalah pengaruh membaca bacaan yang luas
terhadap peningkatan kemampuan membaca (Cohen and Maution, 1985). Contoh
lainnya, pengaruh tanda baca terhadap pemahaman bacaan (Nunan, 1992).
2) Penelitian Eksperimen Kuasi
Penelitian eksperimen kuasi, atau
eksperimen semu diartikan sebagai penelitian yang mendekati penelitian
eksperimen. Menurut Sukardi (2003) jenis penelitian ini banyak digunakan dalam
bidang pendidikan atau bidang lain yang subjek penelitiannya adalah manusia
yang tidak dapat dimanipulasi dan dikontrol secara intensif. Oleh karena itu,
dalam penelitian eksperimen kuasi, peneliti harus berhati-hati dalam menarik
hubungan kausal yang terjadi. Pada penelitian eksperimen kuasi, peneliti tidak
dapat mengontrol dan memanipulasi secara bebas dan intensif.
Penelitian pendidikan bahasa lebih
banyak menggunakan eksperimen kuasi. Beberapa persyaratan yang harus ada dalam
penelitian eksperimen sulit dipenuhi oleh penelitian pendidikan.
Pada desain eksperimen kuasi, baik
kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen diberi tes awal dan tes akhir,
tetapi sampel tidak diperoleh melalui teknik acak. Sementara itu, penelitian
eksperimen, baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen diberi tes awal
dan tes akhir dan sampel yang digunakan keduanya diperoleh melalui teknik acak
yang mewakili populasi. (untuk memantapkan pemahaman Saudara tentang
penelitian eksprimen dan penelitian eksperimen kuasi, silakan Saudara
membaca/mempelajari Metode Penelitian Bahasa oleh Syamsuddin AR dan Vismaia S.
Damaianti (2006:160—164).
3) Penelitian Subjek Tunggal
Studi dalam bidang pendidikan, menurut
McMillan dan Schumacher (2003), banyak dipengaruhi oleh suatu pembiasaan, yaitu
dengan mengamati kelompok-kelompok untuk mempelajari gejala individual. Alasan
untuk mempelajari kelompok tersebut adalah bahwa perbedaan-perbedaan
antarindividu bisa diamati dari skor rata-rata kelompok. Bagaimanapun, peneliti
akan mengalami kesulitan mempelajari semua individu dalam suatu kelompok.
Dengan demikian, peneliti boleh jadi tertarik bukan pada kelompok, melainkan
pada satu atau sebagian kecil kelompok. Metode penelitian subjek tunggal atau single-subject
memberikan alternatif dengan menspesifikasi metode yang bisa digunakan dengan
hanya seorang atau hanya sebagian kecil subjek yang memungkinkan dilakukannya
simpulan. Sama dengan penelitian eksperimen kuasi, dalam penelitian subjek
tunggal mi terdapat manipulasi Iangsung, tetapi tidak dilakukan penarikan
sampel rambang. Sebagai contoh, seorang peneliti tertarik untuk mencobakan
efektivitas suatu program bagi siswa sekolah dasar yang tidak mau membaca. Ada
sebagian kecil siswa yang tidak mau membaca di kelompoknya. Jadi, desain penelitian
kelompok tidak tepat. Jika peneliti melihat suatu perubahan bertepatan dengan
penerapan program tersebut, peneliti dapat membuat simpulan bahwa program baru
tersebut dapat menyebabkan perubahan perilaku membaca.
4) Penelitian Deskriptif
Penelitian dengan menggunakan metode
deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena yang ada
dengan meng gunakan angka-angka untuk mencandrakan karakteristik individu atau
kelompok. Penelitian deskriptif menilai sifat dan kondisi-kondisi yang tampak. Tujuan
penelitian deskriptif dibatasi untuk menggambarkan karakteristik sesuatu
sebagaimana adanya. Contoh-contoh pertanyaan penelitian yang dapat dijawab
melalui penelitian deskriptif, seperti berikut.
a)
Berapa besar
nilai rata-rata kemampuan efektif membaca siswa sekolah dasar?
b)
Berapa banyak
siswa yang datang ke perpustakaan setiap minggunya?
c)
Berapa banyak
waktu yang digunakan siswa untuk kegiatan membaca setiap harinya?
d)
Berada pada
tingkat berapa kemampuan membaca siswa?
5) Penelitian Komparatif
Di dalam penelitian komparatif,
peneliti melakukan penyelidikan apakah terdapat perbedaan antara dua atau lebih
kelompok terhadap fenomena yang sedang dipelajari (McMillan & Schumacher).
Seperti dalam penelitian deskriptif, dalam penelitian mi tidak ada manipulasi
atau kontrol langsung terhadap hal yang diteliti. Sebagai contoh, dengan
menggunakan penelitian komparatif, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
perbedaan jenis karangan antara siswa laki-laki dan perempuan; perbandingan tingkat
pemahaman wacana antara anak yang membaca dengan menggu nakan musik dan anak
yang membaca tanpa mendengarkan musik.
6) Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional berhubungan
dengan penilaian hubungan antara dua atau lebih fenomena. Jenis penelitian mi
biasanya me libatkan ukuran statistik tingkatlderajat hubungan, disebut
korelasi (McMillan & Schumacher). Hubungan yang diukur merupakan pernyataan
tentang tingkat hubungan antarvariabel tersebut.
Ada dua jenis hubungan korelasi, yaitu
korelasi postif dan korelasi negatif. Korelasi positif artinya bahwa nilai
tinggi variabel pada variabel pertama berhubungan dengan nilai yang tinggi pada
variabel kedua. Korelasi negatif artinya bahwa nilai tinggi variabel pertama
berhubungan dengan nilai rendah variabel kedua.
Sebagai contoh penelitian korelasional
mi terdapat pada penelitian tentang hubungan tingkat keterbacaan wacana dengan
pemahaman wacana; hubungan antara penggunaan bahasa ibu dan prestasi bahasa
Indonesia; hubungan antara pola asuh orang tua dan motjvasi membaca.
7) Penelitian Survei
Penelitian survei dalam pendidikan
bahasa adalah upaya untuk mengamati fenomena bahasa dengan melibatkan populasi
yang besar maupun yang kecil. Akan tetapi, data yang dianalisis adalah data dan
sampel yang diambil dan populasi.
Penelitian survei dalam pendidikan bahasa pada umumnya
dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dan pengamatan yang mendalam.
Walaupun metode survei dalam pene1itian pendidikan bahasa mi tidak memerlukan
kelompok kontrol, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan
sampel yang representatif.
Pada penelitian survei, peneliti
menentukan sumber data sesuai dengan tujuan penelitian, membuat kuesioner, atau
melaku kan wawancara untuk mengumpulkan data. Survei sering digunakan dalam
penelitian pendidikan, misalnya untuk menjelaskan sikap, keyakinan, pendapat.
Contoh penelitian survei dalam pendidikan bahasa adalah bagaimana gambaran
sikap dan motif siswa terhadap pembelajaran bahasa kedua. Bagaimana gambaran
hubungan antara kemampuan berbicara dan proses mengingat? Bagaimana pengaruh
usia siswa terhadap kemampuan berbahasa? Bagaimana pengaruh situasi, interaksi,
dan keadaan siswa terhadap pembelajaran bahasa kedua?
8) Penelitian Ex Post Facto
Penelitian ex post facto
digunakan untuk menyelidiki hubungañ sebab akibat yang mungkin antarvariabel
yang tidak bisa dimanipulasi oleh peneliti. Penyelidik mendesain penelitian
untuk membandingkan dua atau lebih sampel yang memungkinkan dipelajari setelah
perilaku atau kondisi tertentu terjadi. Peneliti tidak memanipulasi apa yang
terjadi pada subjek, tetapi peneliti memfokuskan pada apa yang telah terjadi
secara berbeda pada kelompok subjek.
Sebagai contoh, penelitian tentang
pengaruh kebiasaan membaca orang tua terhadap minat membaca siswa. Salah satu
variabel tersebut, yaitu kebiasaan membaca orang tua tidak bisa dimanipulasi,
sehingga peneliti melihat pengaruhnya setelah kondisi tersebut terjadi.
9) Penelitian Etnografik
Ethnografik adalah penelitian untuk
menjelaskan dan menafsirkan budaya atau kelompok atau sistem sosial. Walaupun
ada perbedaan pendapat tentang makna “budaya”, namun penelitian berfokus pada
pola-pola tindakan bahasa, ritual, dan pola-pola hidup yang dipelajari. Sebagai
sebuah proses, ethnografik melibatkan kerja lapangan yang membutuhkan banyak
waktu, melakukan pengamatan secara khusus dan wawancara sederhana dengan para
peserta, dan mengumpulkan berbagai artefak.
Pada penelitian ini perlu dilakukan kegiatan dokumenter
melalui observasi tentang hidup keduniawian sehari-hari.
Sudut pandang informan dapat dicatat
secara saksama dan dibuat melalui kutipan-kutipan yang diedit secara teliti.
Dengan demikian, peneliti dapat menunjukkan bahwa apa yang diuraikan bukan
pandangan peneliti melainkan penjelasan otentik dan merupakan keterangan dan
para informan yang cukup
repreresentatif. Produk akhir berupa uraian komprehensif, yaitu uraian
berbentuk deskripsi naratif yang bersifat holistik dan interpretatif melalui
penyatu-paduan semua aspek kehidupan informan serta pengilustrasian
kompleksitasnya.
Ada beberapa variasi penelitian
ethnografik. Karena banyaknya ahli antropologi melakukan observasi dalam
penelitian ethnografi budaya, pada umumnya peneliti pendidikan melakukan
observasi dalam studi mikro-ethnografik (Erickson, 1973; LeCompte &
Preissle, 1993; Wolcott, 1995).
10) Penelitian Fenomenologi
Fenomenologi adalah filsafat ilmu dari
metode penelitian. Penelitian fenomenologi menjelaskan makna pengertian tentang
pengalaman hidup. Tujuan fenomenologi
adalah untuk mentransformasikan pengalaman hidup ke dalam deskrispi esensi dan
kehidupan tersebut. Dengan demikian, pengaruh hasil penelitian ini dapat
menjadi dokumen yang bersifat reflektif terhadap sesuatu yang lebih bermakna.
Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wawancara panjang antara informan dan peneliti yang bertujuan
memahami perspektif para informan tersebut atas fenomena kehidupan sehari
harinya (Moustakas, 1944; Seidman, 1988).
Penelitian ini memungkinkan pembaca merasa bahwa mereka
paham secara utuh tentang konsep yang berkaitan dengan pengalaman khusus
seseorang atau sekelompok orang, misalnya kemampuan berbahasa pada para
penderita disleksia, kemampuan berbahasa para penderita authisme, kemampuan
membaca para penyandang tunagrahita, tunawicara, dan tunarungu.
11) Studi Kasus
Studi kasus dalam pendidikan bahasa
adalah bentuk penelitian pendidikan bahasa yang mendalam tentang suatu aspek
pendidikan bahasa, termasuk lingkungan pendidikan bahasa dan manusia yang
terlihat dalam pendidikan bahasa di dalamnya (Nunan, 1992). Oleh karena
beberapa klasifikasi “kasus” sebagai objek studi (Stake, 1955) dan “kasus”
lainnya dianggap sebagai suatu metodologi (Yin, 1994) maka penjelasan studi
kasus merupakan studi yang mendetail yang dapat menggunakan banyak sumber data
untuk menjelaskan sebuah variabel atau hal yang diteliti. Kasus bisa dipilih
karena keunikannya atau kasus bisa digunakan untuk mengilustrasikan suatu isu
(Stake, 1995).
Fokus penelitian dapat berupa satu
entitas (penelitian di suatu tempat) atau beberapa entitas (studi multi tempat/multi-site).
Penelitian mi mendeskripsikan kasus, analisis tema atau isu, dan interpretasi
atau pembuktian penelitian terhadap kasus. Studi kasus dalam pendidikan bahasa
dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu, lingkungan
hidup manusia, serta lembaga sosial yang terkait dengan pendidikan bahasa.
Studi kasus dalam pendidikan bahasa
dapat difokuskan pada perkembangan sesuatu di bidang pendidikan bahasa.
Misalnya, pengaruh didirikannya pondok baca di daerah pedesaan; studi
longitudinal tentang perkembangan kemampuan linguistik anak.
12) Grounded Theory
Istilah grounded theory sering
digunakan untuk merujuk pada pendekatan yang membentuk gagasan teoretis yang
dimulai dan data. Grounded theory merupakan prosedur penting untuk
menghasilkan teori substantif. Penelitian ini menggunakan metode komparatif
serta analisis data dengan teknik induktif dan veri- fikatif. Dengan kata lain,
teori yang grounded adalah teori yang diperoleh secara induktif dari
penelitian tentang fenomena yang dijelaskannya. Oleh karena itu, teori
ditemukan, disusun, dan dibuktikan melalui pengumpulan data yang sistematis
serta melalui analisis data yang berkenaan dengan fenomena itu. Pengumpulan
data, analisis, dan teori saling terkait dalam hubungan timbal balik. Peneliti
tidak memulai penyelidikannya dari suatu teori tertentu lalu membuktikannya,
tetapi dan suatu kajian dan hal-hal yang terkait dengan bidang tersebut
(Strauss & Corbin). Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara dan melakukan
beberapa kunjungan ke lapangan. Pengumpulan data awal dilakukan untuk
memperoleh berbagai macam perspektif atas fenomena; kemudian peneliti
menggunakan perbandingan untuk menganalisis setiap kategori dan informasi yang
diperoleh. Data dikumpulkan hingga informasi terpenuhi. Dalam hal ini peneliti
memilih fenornena-fenomena inti, mengembangkan permasalahan sesuai dengan alur
penelitian, dan mengemukakan kondisi sosial, kondisi historis, dan konsekuensi
yang mempengaruhi fenomena.
Grounded theory yang bisa diakui
tersusun secara baik ialah yang bisa diterapkan terhadap suatu fenomena dengan
memenuhi empat kriteria, yaitu kesesuaian, pemahaman, generalitas, dan kontrol.
Jika suatu teori sangat sesuai dengan kenyataan sehari-hari dalam kajian yang
nyata dan diatur dengan cermat dan beragam data, berarti teori ini sangat
relevan dengan kajian nyata tersebut. Karena melukiskan kenyataan, teori ini
harus dapat dipahami dan masuk akal, bukan hanya untuk menggambarkan
orang-orang yang diteliti, melainkan juga orang-orang yang ada dalam bidang
yang nyata.
13) Studi Kritis
Penelitian mi diambil dari teori
kritis, teori feminis, teori ras, dan perspektif pascamodern yang mengasumsikan
bahwa ilmu pengetahuan adalah subjektif (McMillan & Schumacher). Para
peneliti ini menganggap masyarakat sebagai individu yang pada hakikatnya
terstruktur oleh kelas dan status, serta oleh ras, suku, gender, dan orientasi
seksual. Para peneliti kritis mencurigai sebagian metode penelitian yang
mengabaikan hubungan kekuatan yang implisit dalam teknik-teknik pengumpulan
data dan pembatasan pemahaman atas fenomena (Marshall & Rossman, 1999).
Teori kritis cenderung berfokus pada permasalahan masyarakat dan lembaga
sosial. Studi kritis banyak pula dipakai dalam penelitian kualitatif ditempatkan
melalui analisis naratif dalam action research, ethnografik kritis,
tindakan partisipatori, dan riset feminis. Penelitian kritis bisa dilakukan
dengan suatu komitmen untuk menyingkap manipulasi dan tekanan sosial yang
bersifat menekan.
14) Penelitian Non interaktif
Metode penelitian non interaktif, yang
disebut penelitian analitis, menyelidiki konsep dan peristiwa historis melalui
analisis dokumen. Peneliti bisa mengidentifikasi, mempelaj an, dan selanjutnya
mensintesis data untuk memberi pemahaman konsep atau peristiwa lampau yang
mungkin tidak bisa diobservasi secara langsung.
Dokumen-dokumen ilmiah adalah sumber
utama. Peneliti bisa menafsirkan fakta-fakta dan dokumen untuk memberikan pen
jelasan-penjelasan tentang masa lampau dan mengklarifikasi makna/pengertian
masalah pendidikan bahasa yang mendasari isu-isu masa kini. Penelitan ini
meliputi analisis konsep dan analisis historis. Analisis konsep adalah untuk
menjelaskan perbedaan pengertian dan menguraikan penggunaan suatu konsep yang
tepat. Adapun analisis historis dilakukan dengan melibatkan pengumpulan secara
sistematis dan mengkritisi suatu dokumen yang menjelaskan peristiwa-peristiwa
yang telah berlalu.
DAFTAR
RUJUKAN
Chenfeld, M. B.
(1978). Teaching Language arts creotitivel. New York: Harcourt Brace Jovanovich Mc.
Depdikbud.
(1993). Kurikulum 1994. Garis-ganis Besar Program Pengajaran Mata Pelajaran
Bahasa Indanesia. Jakarta: Depdikbud.
Hoffer, C.R
(1984). A. Concise Introduction to Music Listening. California:
Wordsworth Publismg Company.
Jamalus (1988).
Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta: Depdikbud
Kartono,K.
(1982) Psikologi Anak. Bandung: Alumni.
Kemmis, S
danTaggart, R.M. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakm
University Press.
Maley, A.
(1987). Poetry And Songs as Effective Language Learning Activities.
Interactive Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Murphey, T.
(1990). Song and Music in Language Learning: An Analysis of Pop Song Lyric
and The Use of Song ‘and Music in Teaching English to Speakers of other
Langauage. New York: Peter Lang
Orlova, N.
(1997). Developing Speech Habits with The Help of songs. English Teachmg
Forum, 35.
Rahayu, N. S.
(2000). “Penggunaan Lagu Anak-anak dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di
Kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Penanggungan 02 Kecamatan Klojen Kotamadia
Malang.” Tesis. Malang:PPS UNM.
Richard, C. J.
dan Rogers S. T. (1990). Aporoarches and Methods in Language Teachmg.
Simbiok, F. (1
993). “Penggunaan Lagu Rakyat Sebagai Bahan Ajar Membaca Permulaan Murid-murid
Sekolah Dasar di Irian Jaya”. Tesis. Malang: PPS IKIP Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar